Memandang kertas putih itu sangat menyebalkan! Ah! Kenapa harus
ada tugas Bahasa Indonesia? Rasanya ingin menghantamkan kepala ke tembok itu. Kepalaku
pusing memikirkan kata-kata. Bagaimana harus memulai sebuah karangan?
Aku menarik napas. Kulihat Mama membetulkan letak
kacamatanya sambil memperhatikan layar ponsel. Setiap saat, hanya itu yang Mama
lakukan. Matanya hanya beralih dari layar ponsel ke layar laptop lalu layar
ponsel lagi dan kemudian laptop lagi. Kapan mata Mama beralih padaku?
Kertas putih di hadapanku masih kosong. Ups! Salah! Aku tahu
sekarang, apa yang harus kutulis. ‘Keluargaku’, tema tugas kali ini bisa
kujadikan judul, setidaknya mengurangi intimidasi dari kertas putih. Tapi, apa yang
harus kutulis tentang ‘keluargaku’?
Mama masih memegang ponsel. Sekarang matanya menekuri layar
laptop. Jarinya mahir bermain di atas keyboard. Aku menahan napas, hanya Mama
keluarga yang kupunya. Mungkin, sebaiknya aku menuliskan tentang Mama saja?
Papaku entah dimana. Mama bilang, dia pergi tapi sampai
sekarang tak pernah kembali. Kukira Papa sudah mati, tapi Mama tak pernah mau
menunjukkan kuburnya berapa kali pun aku meminta. Setidaknya, dia sudah mati
dalam kehidupanku. Jadi, biarlah kukeluarkan Papa dari daftar ‘keluargaku’.
Tinggal Mama, satu-satunya yang ada dalam daftar keluarga.
Tapi, rasanya Mama pun sudah tak ada. Dia selalu duduk di sana, di balik meja
kerjanya. Berkutat dengan kertas-kertas nota dan layar-layar berpendar.
Sesekali ia pindah untuk mengemas barang. Pebisnis online memang tak perlu toko,
cukup ponsel, laptop, dan barang. Kurasa aku pun sudah ‘mati’ dalam kehidupan
Mama. Aku melirik kalender meja di hadapan, kapan terakhir kali bicara dengan
Mama, ya?
Apa keluarga namanya jika kami tak pernah saling bicara?
Bertatapan mata pun aku sudah lupa rasanya. Apa keluarga namanya jika aku tak
pernah bertatapan mata dengan Mama?
“Miaw!” Catie datang menghampiriku.
“Hai, Catie!” kuraih ia masuk dalam pelukanku, “kemana aja
kamu? Kok baru pulang?”
“Miaw!” Catie menggosokkan kupingnya ke daguku.
“Ih, geli, ah!” Kutatap mata Catie. Dia balas menatapku,
tersenyum padaku.
Aku tahu sekarang! Akan kutulis tentang Catie. Satu-satunya
keluargaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar