Rabu, 16 Juli 2014

Peringatan: Jangan Makan Apa Pun Tanpa Bertanya!

Sejak Novel mulai belajar di rumah, ia pun mulai melaksanakan kesenangannya mencoba-coba. Percobaan pertamanya adalah membuat es batu. Maksudnya benar-benar membekukan batu. Batu-batu dikumpulkan dalam wadah es krim, diisi air lalu dibekukan. "Airnya membeku, Bu, tapi batunya ngga berubah," begitu hasilnya. Tentu saja, namanya juga batu.
Kemudian ia memasukkan telur mentah ke dalam toples berisi air dan minyak. Toples beserta isinya kemudian dimasukkan ke dalam freezer. Hasilnya, pasti beku. Tapi ada yang berbeda di permukaan. Di permukaan toples ada lapisan putih. Tadinya aku mengira itu minyak, tapi lapisan itu lama sekali mencairnya dan menyambung ke bagian beku berwarna kuning di dekat telur. Tampaknya telur yang dimasukkan ke dalam toples sempat pecah sebelum beku. Mungkin air di sekitarnya lebih dulu beku hingga menekan kulit telur sampai retak. Putih telur merembes keluar dan naik ke permukaan lalu membeku paling akhir. Saat dicairkan di bawah panas matahari pun, putih telur ini adalah bagian yang paling akhir mencair.
Cairan Baltador
Percobaan selanjutnya yang dimasukkan ke dalam kulkas adalah Cairan Baltador, Novel sendiri yang meciptakan namanya, tak tahu apa artinya. Cairan Baltador adalah campuran antara minyak, air, parfum, sabun, garam, gula, dan bawang. Mula-mula diletakkan di bagian bawah lalu dipindah ke freezer. Jika kita mencoba mencium baunya, mula-mula tercium bau harum, mungkin dari parfum, lalu bau tidak enak yang mungkin berasal dari bawang.
Jadi peringatan bagi yang membuka kulkas: Jangan Makan Apa Pun Tanpa Bertanya!!!

Selasa, 15 Juli 2014

suwain

aku    suka    makan   nasi   di  suwapin

Khan Academy

mengerjakan soal tetap pakai pencil n paper
Novel sedang sangat bersemangat belajar di Khan Academy. Mungkin karena bakat competitive-nya mendapat penyaluran di sini, sehingga ia bersedia menyediakan waktu untuk menyelesaikan soal-soal yang diajukan oleh Khan. Di Khan Academy, setiap aktivitas yang kita lakukan mendapatkan lencana. Bahkan aktivitas yang tidak memerlukan banyak berpikir pun, seperti menonton video dihargai sebagai satu progress dan mendapatkan lencana. Jumlah poin yang didapatkan menentukan avatar yang bisa digunakan. Prinsip gamification seperti ini membuat Novel sangat semangat belajar.
Khan Academy sebenarnya menyediakan banyak sarana belajar dalam berbagai subjek. Ada Matematika, Sains, Seni, Ekonomi dan Keuangan, juga bagian khusus untuk belajar programming. Namun untuk anak seusia Novel yang hampir tidak bisa Bahasa Inggris, tampaknya hanya matematika yang paling cocok.
Subjek selain matematika menggunakan video sebagai sarana belajarnya. Beberapa disertai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menguji pemahaman tentang materi yang disampaikan dalam video, beberapa lainnya tidak. Sebenarnya Khan Academy sudah menyediakan video berbahasa Indonesia, namun sayangnya  video-video ini tidak termasuk ke dalam video yang bisa memberikan lencana. Sementara menonton video saja sudah mendapatkan poin di sini. Ini menjadi alasan mengapa Novel malas menonton video dalam Bahasa Indonesia.
Untuk menonton video, Novel harus didampingi karena kemampuan Bahasa Inggrisnya yang kurang. Konsekuensinya, aku pun harus menghentikan video sejenak untuk menjelaskan apa yang baru saja kami tonton. Namun beberapa video sama sekali tanpa kata-kata, hanya gambar yang kuat, yang mampu menjelaskan materinya. Misalnya video tentang pembuatan magnet. Video ini tanpa kata-kata, hanya saja, pertanyaan yang mengiringi video ini dibuat dalam bahasa Inggris sehingga tetap saja Novel perlu didampingi penerjemah.
Bahasa menjadi satu-satunya kelemahan di Khan Academy. Akibatnya semangat belajar Novel terbentur kendala bahasa. Sepertinya penguasaan bahasa Inggris menjadi urgent agar dapat lebih leluasa menjelajahi sumber belajar di dunia....
Bagi yang ingin ikut mencoba silakan ke http://www.khanacademy.org
Buat akun untuk orangtua terlebih dahulu kemudian buat akun untuk anak-anak....have fun learning...

Nyanyian Burung Di Muka Rumah

Belajar Berhitung Dengan Burung
Beberapa hari tidak turun hujan, pohon ceri pun berkesempatan membuat bunga menjadi buah. Burung-burung pun berdatangan untuk mencicipinya. "Ibu! Burungnya!" Raysa berseru menunjuk ke jendela.
Jarang kami melihat burung-burung gereja berbaris begitu banyak di kabel listrik. Suara nyanyian mereka riuh seperti saling memanggil mengabarkan makanan melimpah di sini.
"Coba, Dek, ada berapa itu burungnya?" daripada menghitung gambar burung di buku, menghitung burung yang sesungguhnya pasti lebih seru.
Raysa mulai berhitung, "17!" serunya.
"Tambah satu!" seru Novel, "jadi 18."
"Tuh di sebelah situ masih ada," kata Ibu.
"19!" Raysa melanjutkan hitungan.
"Kurang satu," kata Novel, "jadi 18 lagi."
"Kurang satu lagi," Novel menunjuk seekor burung yang terbang meninggalkan kabel, "jadi 17."
Alam takambang jadi guru (alam membentang menjadi guru) benar-benar filosofi yang luar biasa. Alam menyediakan semua yang kita butuhkan untuk belajar, termasuk belajar berhitung...