Kalo mau ke Taman Mini ngga cukup sehari! Ya iyalah...secara Taman Mini itu luasnya berhektar-hektar! Plus buanyak banget museum dan tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi. Ada Taman Bunga, ada Taman Burung, berbagai macam museum yang semuanya menarik, dan puluhan anjungan propinsi yang lumayan bakal menguras energi kalau mau dijelajahi dalam sehari.
|
Lobby PPIPTEK |
Karenanya hari Ahad itu kami memutuskan untuk mengunjungi PPIPTEK aja. Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan ini ternyata juga terlalu luas untuk bisa dijelajahi sehari itu. Kami sampai di sana sekitar pukul 11 siang. Di jam segitu semua acaranya sudah dimulai, jadi kami tidak akan kebagian melihat acara-acara peragaan yang banyak itu. Petugas tiket menyarankan agar kami datang lagi jam 1 siang.
|
Pipa Musik |
Itu berarti 2 jam lagi...wah lama juga...mau sholat blom waktunya, mau makan siang masih belum cukup lapar....akhirnya kami main-main dulu di halaman PPIPTEK.
Di halaman PPIPTEK ini banyak juga alat-alat peraga sains. Ada pipa musik yang menggambarkan prinsip kerja alat musik yang memanfaatkan udara sebagai pembuat nada. Pipa musik ini terdiri dari deretan pipa berdiameter sekitar sejengkal yang disusun berurutan sesuai dengan panjangnya. Bagian atas pipa terlihat seperti cerobong asap yang menjadi bagian keluarnya suara. Sementara bagian bawah pipa melengkung ke atas dan mulut pipanya diberi lapisan karet. Bagian bawah pipa inilah yang dipukul-pukul dengan alat semacam bet pingpong sehingga mengeluarkan suara. Raysa asik sekali memainkannya, tau sendiri dia sangat tertarik dengan segala hal yang bersuara apalagi ditambah dengan gerakan-gerakan memukul-mukul, asli Raysa banget, bongbongbong!
|
Parabola Berbisik |
Tak jauh dari pipa musik ada parabola berbisik. Parabola berbisik adalah dua buah marmer yang dibuat berbentuk parabola besar. Jika kita berbisik pada salah satu parabola, maka suara kita akan terdengar di parabola di seberangnya. Syaratnya, kita harus berbisik tepat di tengah parabola agar gelombang suaranya terkumpul dan terpantul sempurna. Sayangnya salah satu parabola tampak sudah retak, mungkin ini mengurangi efektivitas pemantulan suara. Jadinya kami tidak berbisik, tapi bersuara agak keras barulah terdengar seperti gema di parabola seberangnya.
|
Umi ditimbang dulu ya.... |
Di seberang parabola berbisik ada Timbangan Raksasa. Timbangan raksasa ini untuk memperagakan pengukuran berat tentunya, hehehe....Ada sebuah bangku di salah satu ujung timbangan dan alat ukurnya seperti timbangan beras yang ada di pasar. Umi kebagian duduk menjadi orang yang hendak ditimbang beratnya. Ayah menarik bandul timbangannya agar berada dalam posisi setimbang. Berapa ya berat Umi.....? Sudah lupa tuuuuuhhh.....;-)
|
Puter-puter |
Selesai timbang menimbang, matahari sudah tinggi. Kami pun memutuskan untuk segera mencari makanan pengisi kampung tengah. Seperti biasa, yang paling sulit adalah Buya. Selera Buya ini susah susah gampang. Setelah berjalan sepanjang jalan kuliner, Buya pun akhirnya memutuskan di warung makan yang pertama kali kami datangi...hihihi..emang yah pengetahuan menyeluruh itu diperlukan sebelum mengambil keputusan akhir....
Tak jauh dari tempat kami makan ada persewaan motor APV (bener ngga sih ini namanya...?). Novel dan ayah naik APV itu untuk puter-puter di sekitar jalanan situ. Novel senang sekali, Raysa pun tak mau ketinggalan. Ketika Novel selesai, Raysa pun minta ditemani naik APV. Tapi hanya puter-puter di sirkuitnya aja. Kata ayah, "Panas, kita puter-puter di sini aja ya..." Kalo puter-puter di sirkuitnya itu bisa enam kali puteran, tapi kalo di jalanan hanya satu kali muter....hmmm..sebenernya enakan yang mana ya....
Selesai makan kami pun beranjak ke masjid. Kami sholat di Masjid Diponegoro yang berada di kompleks tempat ibadah. Sebenarnya masjid ini cukup luas, tapi hari itu banyak sekali pengunjungnya sehingga terasa sesak. Aku dan Raysa ngantri di kamar mandi. Di masjid ini disediakan dua buah WC dan satu kamar mandi. Sayangnya beberapa orang menggunakan WC untuk mandi, akibatnya antrian WC pun panjaaaaaaannnggg sekali. Kami mengantri selama hampir setengah jam, itu pun akhirnya Raysa pipis di kamar mandinya bukan di WC-nya. Berbeda dengan kamar mandinya yang sangat minim, kran berwudhunya banyak sekali dan sepertinya cukuplah untuk melayani pengunjung sebanyak itu. Tidak sampai terjadi antrian di kran berwudhu. Tapi bagian yang digunakan untuk sholat perempuan masih terasa sempit. Mungkin karena beberapa orang memanfaatkannya untuk tidur juga selain sholat. Akibatnya tempat sholat ini terasa pengap dengan jumlah pengunjung sebanyak itu.
Ternyata pengunjung hari itu tidak hanya dari seputaran Jabodetabek, tapi juga dari luar kota. Ada pengunjung dari Bandung, Cimahi, bahkan ada juga rombongan yang berasal dari Solo. Pantaslah Masjid Diponegoro hari itu terasa sesak.
Selesai menunaikan kewajiban sholat, kami pun segera beranjak ke PPIPTEK. Saat itu sudah pukul setengah dua, yah...peragaan IPTEK-nya sudah dimulai. Tapi petugas tiketnya menyarankan agar kami masuk saja ke ruangannya. Beneran! Ruangan peragaan IPTEK yang seperti bioskop kecil itu sudah penuh oleh anak-anak SD yang sedang field trip. Kami hanya sempat menyaksikan 2 macam peragaan sebelum berakhir.
|
Main Karet |
Setelah peragaan berakhir, petugas meminta siswa salah satu SD untuk keluar dan meminta siswa SD lainnya untuk tinggal di tempat. Nah..berarti masih ada acara lagi nih. Acaranya ternyata adalah pemutaran film tentang energi dan asal-usulnya. Novel memutuskan untuk tinggal. Dia penasaran tentang filmnya. Novel duduk dengan Umi di tempat strategis dan aku duduk dengan Raysa di dekat pintu keluar.
|
Angklung Mekatronik |
Aku tahu Raysa pasti akan bosan menonton film. Film ini didesain untuk anak-anak usia SD, bukan balita. belum setengah jam film diputar, Raysa sudah minta keluar. Kami pun keluar melihat bagian lain dari PPIPTEK.
Kami mulai menyusuri lorong yang bagian sisi dekat dindingnya di isi meja-meja peraga sains. Ada peraga tentang luas segitiga, gaya sentripetal, magnet, dan banyak lagi. Raysa mencobanya satu per satu. Di ujung lorong kami menemukan angklung mekatronik. Angklung yang bisa digerakkan dengan menekan tombol merah di bawahnya. Masing-masing tombol akan menggerakkan satu angklung. Raysa sudah pasti menyukai yang satu ini. Dia menekan tombolnya berulang kali. Mencoba semua nada dan semua tombol. Ada satu tombol yang bisa menyanyikan satu lagu. Ini sangat menyenangkan.
|
Raysa dan T-Rex |
Raysa baru berhenti bermain ketika ada suara geraman besar. Raysa langsung berlari memeluk kakiku. Ia memang mudah ketakutan mendengar suara yang keras. Ternyata suara itu berasal dari patung T-Rex yang berdiri gagah di atrium. Tidak hanya menggeram, T-Rex itu juga bergerak. Lehernya bergerak-gerak dan matanya merah mengedip-ngedip. Raysa ketakutan hingga perlu digendong untuk melihatnya lebih dekat. Butuh beberapa waktu sebelum akhirnya Raysa merasa nyaman berada di dekat T-Rex. Alat peraga yang satu ini ternyata sedang dalam masa uji coba, jadi kami beruntung sekali bisa melihatnya bergerak...hehehe...
|
Pesawatku... |
Setelah puas bercengkerama dengan T-Rex, kami pun melanjutkan perjalanan menyusuri lorong. Dinding lorong bagian ini dihiasi gambar para ilmuwan besar, Copernicus, Keppler, Newton, dan siapa lagi aku tak ingat. Di bawahnya ada meja-meja peraga lagi. Raysa pun mencobanya lagi satu per satu.
Kemudian kami sampai di bagian pesawat. Ada simulasi pesawat, dan ada juga pesawat yang bisa dinaiki di sini. Ada pipa yang menghembuskan udara. Raysa suka bagian pipa ini. Hembusannya yang kencang membuatnya penasaran.
Keluar dari bagian pesawat, kami masuk ke bagian visual. Ada mikroskop yang bisa digunakan untuk melihat benda di bawahnya. Ada juga bagian ilusi visual. Ruangan ilusi visual sengaja dibuat remang-remang agar ilusi bisa lebih terlihat nyata. Tapi Raysa tidak suka di bagian ini, mungkin karena suasana remang-remangnya membuat bulu kuduk berdiri. Emang agak serem sih masuk ke ruangan ini. Serasa masuk rumah hantu.
|
Raysa dan Teman-teman |
Ilusi-ilusi visual di ruang ini kebanyakan sudah pernah aku lihat di bulu psikologi ketika membahas persepsi. Seperti ilusi warna yang bertukar, ilusi volume, atau ilusi cahaya. Sayang ngga sempat melihat semuanya, Raysa benar-benar tidak nyaman di ruangan ini.
Raysa lebih suka di bagian cermin. Raysa masuk ke ruang cermin. Ruangan ini keseluruhan sisinya dipasangi cermin. Saat berdiri di sudut, pantulan cahaya terjadi berulang kali, "Raysa punya banyak teman." Dia tak bosan-bosan di ruangan ini. Berkali-kali becermin, bergaya...xixixi...emang dasar centil...
Di bagian dinding area visual ada balap lari. Kita ditantang untuk balap lari dengan cahaya. Raysa suka bagian berlarinya...tapi ia tak pernah menang..hehehe..ya iyalah...lawan cahaya gitu loh...
|
sky lift |
Perjalanan hari itu diakhiri dengan naik sky lift. Ini permintaan Novel yang didukung oleh Raysa. Yang lama tuh...ngantrinyaaaaaaaa.....mungkin karena long weekend jadi ngantri panjaaaaaaaannnnggg banget! Begitu naik rasanya lega..... melihat rumah-rumah daerah dari 27 propinsi...blom nambah deh kayanya...
Hari sudah sore ketika kami berhasil mengitari Taman Mini dengan sky lift. Perjalanan dilanjutkan lagi...mungkin kapan-kapan kita akan lihat bagian lain dari Taman Mini...Insyaa Allah....