Jumat, 25 Mei 2012

Kesetaraan Gender (Oh, Really?)

Ngomongin kesetaraan gender mengingatkanku pada dua anakku. Anak pertama laki-laki, anak kedua perempuan. Anakku yang pertama sudah berusia 3,5 tahun ketika adik perempuannya lahir. Pada usia itu produksi testosteron meningkat sehingga ia menyukai permainan-permainan "lelaki". Jujur, aku sama sekali tidak pernah mengkhususkannya atau mewajibkannya hanya boleh main tembak-tembakan atau berantem-beranteman. Jika sebelum usia 3 tahun film kesukaannya adalah Dora, Barney, dan Diego, setelah 3 tahunan ia mulai melirik Ben 10, Power Rangers, Ultraman, dan serial aksi lainnya. Permainannya pun beralih ke pistol-pistolan, mobil-mobilan, dan bola.

Logikanya, sang adik tentu akan ikutan main mainan yang dimainkan abangnya. Dan kenyataannya.....ya! Anda benar, Raysa juga suka main mobil-mobilan, tembak-tembakan, atau tinju-tinjuan. Tapi itu lebih disebabkan karena ikut-ikutan sang Abang daripada inisiatif sendiri.

Bobo sama Bola
Yang menarik adalah, mainan favorit Raysa tetaplah anak-anakan atau masak-masakan. Raysa tidak terlalu suka boneka yang bentuknya mirip manusia. Ia lebih menyukai boneka yang bentuknya seperti binatang, boneka beruang, boneka tazmania, atau boneka timmy. Yang paling menarik adalah ia menjadikan mobil-mobilan pun buat main anak-anakan. Mobil truk besar milik Mas Novel digendong-gendong kesana kemari, dininabobokan layaknya bayi kecil, bahkan disuapi dengan makan yang ia racik sendiri (pura-pura pastinya). Bahkan piala Mas Novel pun rusak di tangan Raysa karena digendong-gendong layaknya anak bayi.

Permainan yang sifatnya pengasuhan ini tidak begitu disukai Novel, anak lelakiku. Dia lebih menyukai permainan yang menuntut aktivitas fisik yang banyak, main bola, lari-lari, main sepeda adalah pilihannya. Tidak mengherankan karena produksi testosteronnya yang sedang meningkat menuntut penyaluran energi yang banyak.

Dari sini terlihatlah bedanya, walaupun dibesarkan di lingkungan yang relatif sama oleh orangtua yang juga sama, tapi hasilnya tetap berbeda karena bagaimana pun laki-laki dan perempuan tetap berbeda.

Dari situ aku mengambil kesimpulan bahwa anak laki-laki dan perempuan adalah berbeda. Perbedaan ini adalah fitrah manusia yang memang sudah dianugerahkan oleh Allah SWT. Usaha penyamarataan kedua gender ini sama saja dengan merusak fitrah itu sendiri.

Selasa, 22 Mei 2012

Yuk, Dek...Mandi Yuk...

Hari itu hari yang melelahkan. Sampai di rumah jam 12-an, Raysa sedang tidur dan Novel sedang makan. Rasanya ingin sekali lekas-lekas tidur. Setelah Novel selesai makan dan aku pun selesai sholat, akhirnya kasur pun jadi tempat berlabuh. Tapi Novel masih belum ingin tidur. Kunci pintu, matikan TV, dan Novel pun main sendiri di ruang tengah.

Tiba-tiba samar-samar aku mendengar suara, "Ibu, Dede udah bangun, trus disuruh ngapain? Mandi ya?" Antara tidur dan terjaga aku diam saja. Lamat-lamat terdengar suara jebar-jebur di kamar mandi. Apakah Novel benar-benar memandikan Raysa?

Aku sudah terbangun secara utuh saat Raysa selesai mandi. Dengan riangnya ia bercerita bahwa ia sudah mandi dengan Mas Novel, maksudnya Mas Novel yang memandikan Raysa. Wow! Mas Novel juga menyikat gigi Raysa, dan Raysa tidak menolak. Hebat Mas Novel!

Kupilihkan pakaian untuk Raysa dan memakaikannya. Alhamdulillah, Novel sudah besar, bahkan sudah bisa memandikan Raysa....luar biasa. Yang paling luar biasa, itu dilakukannya atas inisiatif sendiri! Hebat yah Mas Novel...kerja ibu bisa makin ringan nihhh....

Aku pun keluar kamar hendak cuci muka, "Hah? baru jam 2?" berarti Raysa mandi siang dong....hahaha...sampai di kamar mandi aku lebih terkejut lagi...sabun mandi masih di tempat sabun yang tidak terjangkau oleh Novel...berarti..."Mas, tadi Raysa mandinya ga sabunan?" Novel nyengir...."Tapi kita kasih shampoo..." hahaha...shampoo buat badan....boleh juga....

Bye Bye MNC TV

Akhirnya setelah beberapa pekan resah karena perilaku agresif Novel. Dikomplain oleh orangtua temannya Novel karena merasa anaknya terluka oleh Novel. Dicurhatin sama guru-gurunya karena perilakunya yang dianggap terlalu agresif, "Saya sudah 10 tahun mengajar, baru kali ini menemukan anak yang kaya gini," duh...hebat bener ya Novel.

Akhirnya kami benar-benar melakukan aksi yang sebenarnya sudah jadi pertimbangan sejak lama: menghilangkan saluran MNC TV! Pertimbangannya adalah: acara prime time yang biasanya merupakan waktu nonton TV bagi anak-anak tidak ada satu pun yang berkualitas. Terutama "Tendangan si Madun" yang tampaknya benar-benar mempengaruhi Novel. Sebagaimana sudah diulas di postingan sebelumnya, cerita di sinetron bergenre "Bimbingan Orangtua" ini (seharusnya Remaja, menurut saya) dihiasi oleh adegan-adegan penyelesaian masalah dengan kekerasan. Tidak ada musyawarah, langsung tendangan yang berbicara. Bola dilempar langsung di ke bagian tubuh lawan. Sehingga hampir keseluruhan waktu dalam satu episode sinetron diisi oleh adegan perkelahian. Tidak seperti film anak-anak lainnya, seperti Ben10 atau Power Rangers yang biasanya adegan perkelahian ada di akhir episode (1 segmen), sementara sisa episode lainnya (sekitar 2-3 segmen) adalah penjelasan alur cerita hingga sampai pada keputusan akhir: perkelahian.

Urusan eksekusi keputusan diserahkan pada Ayah. Saluran MNC TV pun diskip, terimakasih pada teknologi televisi masa kini. Tapi karena kami masih menimbang beberapa acara yang masih relatif tidak berbahaya bagi anak-anak seperti Upin Ipin dan Club House Mickey, maka MNC TV pun dipindah ke saluran bernomor 200. Dengan demikian, setidaknya sementara ini hanya ayah dan ibu yang bisa mengakses saluran tersebut.

Alhamdulillah, setelah berlalu beberapa pekan, tak ada lagi komplain dari orangtua atau pun guru. Novel pun makin dewasa dalam bersikap dan bertindak. Ini juga ditambah insiden lepasnya gigi susu, sehingga Novel pun bertambah yakin bahwa ia sudah besar. Novel pun sekarang makin rajin sholat, makin rajin ngaji, alhamdulillah...Terus menjadi dewasa ya Novel....:-)