novel sayang dede |
Sabtu, 26 November 2011
novel bikin sitana
Jumat, 25 November 2011
Netes-netes
Raysa sedang tertarik dengan air yang menetes dari ujung jari tangannya. Mulanya ia takjub dan mengira tangannya mengeluarkan air. Kemudian aku memasukkan tanganku ke dalam air dan bilang, "Netes! Ini namanya tetes air," mata Raysa yang sudah bulat makin bulat saking takjubnya.
Dengan semangat ia pun memasukkan tangannya ke dalam air, dan ikut bilang, "Netes, netes, netes." Hihihi...lucunya....jadi inget, dulu Novel juga pernah mengalami fase ini. Fase ketika ia sadar ada air menetes dari tangannya setiap kali mandi.
Sekarang Raysa punya hal baru untuk diceritakan, "Dede tadi mandi netes-netes," begitu ceritanya sambil mengangkat tangannya mempraktikkan air yang menetes dari jari-jari tangan. "Begitu," tutupnya dengan mulut yang membulat.
Dengan semangat ia pun memasukkan tangannya ke dalam air, dan ikut bilang, "Netes, netes, netes." Hihihi...lucunya....jadi inget, dulu Novel juga pernah mengalami fase ini. Fase ketika ia sadar ada air menetes dari tangannya setiap kali mandi.
Sekarang Raysa punya hal baru untuk diceritakan, "Dede tadi mandi netes-netes," begitu ceritanya sambil mengangkat tangannya mempraktikkan air yang menetes dari jari-jari tangan. "Begitu," tutupnya dengan mulut yang membulat.
Kamis, 24 November 2011
Nanti Kalo Ibu Dah Tua
Pulang dari NF hujan-hujanan. Karena memaksa ikut, Novel pun ikut hujan-hujanan. Sampai di rumah, rambutnya basah, terkena sedikit gerimis. Kasihan sekali melihatnya.
Di becak sepertinya Novel kelelahan. Kubelai rambutnya yang basah. Hari ini Novel hebat sekali. Selama 4 jam bertugas di NF, Novel sama sekali tidak mengganggu dengan keluar masuk kelas. Dia asyik bermain dengan om Su'eb, OB NF Bintara. Pasti lelah sekali.
Turun dari becak dia memaksa membawakan belanjaan, "Biar kita aja," begitu katanya. Sampai di rumah, setelah minum, kata-katanya lebih mengharukan lagi, "Nanti kalo Ibu dah tua, biar kita gendong punggung Ibu," airmataku serasa hendak jatuh mendengarnya. "Tapi nanti, kalo kita dah kuat, nenek-nenek biar kecil kan berat juga," hahaha...sederhana sekali ya...namanya juga anak-anak...
Novel mungkin ga pernah tahu betapa Ibu sayang Novel, ingatlah selalu...apa pun yang terjadi, Ibu selalu sayang Novel....
Di becak sepertinya Novel kelelahan. Kubelai rambutnya yang basah. Hari ini Novel hebat sekali. Selama 4 jam bertugas di NF, Novel sama sekali tidak mengganggu dengan keluar masuk kelas. Dia asyik bermain dengan om Su'eb, OB NF Bintara. Pasti lelah sekali.
Turun dari becak dia memaksa membawakan belanjaan, "Biar kita aja," begitu katanya. Sampai di rumah, setelah minum, kata-katanya lebih mengharukan lagi, "Nanti kalo Ibu dah tua, biar kita gendong punggung Ibu," airmataku serasa hendak jatuh mendengarnya. "Tapi nanti, kalo kita dah kuat, nenek-nenek biar kecil kan berat juga," hahaha...sederhana sekali ya...namanya juga anak-anak...
Novel mungkin ga pernah tahu betapa Ibu sayang Novel, ingatlah selalu...apa pun yang terjadi, Ibu selalu sayang Novel....
Selasa, 22 November 2011
My "Sufor" Child
Suka sedih baca artikel yang menyudutkan anak sufor. Maksudnya anak-anak yang dari bayi hingga dewasa minumnya sufor alias susu formula. Anak sufor dibilang penyakitan, perkembangan kognisinya terhambat, bahkan ada yang tega sekali menyebutnya "anak sapi". Tega sekali. Semoga kita ga keceplosan menyebut anak sufor sebagai "anak sapi" di hadapan si anak sendiri.
Anak saya yang pertama minum sufor sejak hari pertama kelahirannya. Saat itu saya dibius total akibat bedah sesar dan dokter anak yang menangani anak saya meresepkan sufor untuk menenangkan anak saya yang lapar. Di kemudian hari saya tahu bahwa ternyata bayi yang baru lahir dapat survive tanpa asupan makanan apa pun selama 3x24 jam...
Karena rasa bersalah tak dapat memberikan ASI pada Novel, saya pun memberikan ASI seperti posisi ibu yang sedang menyusui, mendekapnya erat di dada. Saya baru mulai mengajari Novel memegang botolnya sendiri setelah ia berusia 9 bulan. Ayah pun gencar memberikan stimulus untuk merangsang sel-sel syarafnya. Ketika usianya belum sebulan, ayah mencetak gambar-gambar hitam putih untuk merangsang kemampuan visual dan konsentrasinya.
Perkembangannya pun tidak terhambat. Malah di beberapa fase cenderung lebih cepat dibanding anak-anak lain. Novel mulai berjalan di usia 10 bulan, bicaranya sudah jelas sejak usianya 2 tahun, di usia dua tahun juga dia sudah bisa memegang pulpen dengan benar, dia sudah mengenal huruf saat berusia 2,5 tahun, bisa menulis kalimat di usia 4,5 tahun, dan mulai menulis kalimat panjang di usia 5 tahun. Karenanya saya tidak setuju kalau perkembangan kognitif anak sufor terhambat karena dia meminum sufor. Bukan sufor yang menghambat perkembangan kognitif, tapi kurangnya stimulus dari lingkunganlah yang menghambat perkembangan kognitif.
Soal sehat dan sakit, Novel pernah jadi juara pertama Lomba Bayi Sehat di kantor ayahnya. Juara Harapan I Lomba Bayi Sehat di salah satu supermarket di Solo. Dia pernah menderita demam berdarah di usia 3 tahun. Pernah juga demam tinggi hingga 40 derajat celcius menjelang usia 2 tahun. Kebanyakan penyakit yang dideritanya adalah akibat virus (pilek, batuk) atau radang tenggorokan. Waktu bayi ia alergi protein susu sapi tapi sekarang tidak lagi.
Jadi bicara soal perkembangan kognitif dan kesehatan anak sufor, saya kira kita tak dapat menggantungkan kesehatan dan kecerdasan anak kita pada susu apa yang diminumnya. Kesehatan sangat bergantung dengan gaya hidup, pola makan, dan sanitasi lingkungan.
Seperti awal bulan November ini. Salah seorang teman sekolahnya berulangtahun dan merayakannya di sekolah. Sesampainya di rumah Novel membawa makanan banyak sekali, satu tas penuh, semuanya adalah pemberian dari temannya yang berulang tahun itu. Sayangnya makanan yang diberikan adalah makanan yang kaya MSG. Begitu melihat jenis makanan yang dibawanya, aku mulai khawatir. Novel memang tidak alergi MSG, tapi kalau dia makan dalam jumlah sebanyak ini bisa-bisa radang tenggorokannya kambuh. Walau aku memintanya untuk memakannya sedikit-sedikit, disimpan dulu sebagian agar bisa dimakan lagi besok. Tapi ternyata ia menghabiskannya hanya dalam waktu dua jam saja [geleng-geleng kepala, padahal kalo makan nasi sepiring bisa 1 jam]. Benar saja, hanya selang dua hari, Novel mengeluh tenggorokannya sakit. akhirnya tidak masuk sekolah 1 pekan karena ditambah dengan infeksi virus yang lain.
Yah...begitulah...sakit yang diderita Novel memang paling banyak akibat infeksi virus. Kata dokter, satu-satunya cara pencegahan penyakit infeksi hanyalah peningkatan daya tahan tubuh. Caranya dengan istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi.
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mempromosikan sufor. Saya pribadi berpendapat bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Sufor mana pun terlalu kompleks rantai proteinnya sehingga sulit dicerna oleh usus manusia apalagi bayi. Akibatnya tentu saja usus sang bayi sufor terpaksa bekerja ekstra keras untuk mencernanya, tidak heran kalau gangguan pencernaan banyak menghinggapi anak-anak yang mengandalkan sufor untuk mengenyangkan perutnya.
Namun ada baiknya kita tidak mencela anak-anak sufor hanya karena susu yang mereka minum. Bagaimana pun mereka adalah anak-anak yang berhak mendapatkan kesempatan terbaik untuk memaksimalkan potensinya. Setiap anak dilahirkan dengan potensinya masing-masing, tugas kita hanyalah menyediakan pesawat untuk membantunya melejitkan potensi terbaiknya. Maju terus anak-anak Indonesia!
Anak saya yang pertama minum sufor sejak hari pertama kelahirannya. Saat itu saya dibius total akibat bedah sesar dan dokter anak yang menangani anak saya meresepkan sufor untuk menenangkan anak saya yang lapar. Di kemudian hari saya tahu bahwa ternyata bayi yang baru lahir dapat survive tanpa asupan makanan apa pun selama 3x24 jam...
Karena rasa bersalah tak dapat memberikan ASI pada Novel, saya pun memberikan ASI seperti posisi ibu yang sedang menyusui, mendekapnya erat di dada. Saya baru mulai mengajari Novel memegang botolnya sendiri setelah ia berusia 9 bulan. Ayah pun gencar memberikan stimulus untuk merangsang sel-sel syarafnya. Ketika usianya belum sebulan, ayah mencetak gambar-gambar hitam putih untuk merangsang kemampuan visual dan konsentrasinya.
Perkembangannya pun tidak terhambat. Malah di beberapa fase cenderung lebih cepat dibanding anak-anak lain. Novel mulai berjalan di usia 10 bulan, bicaranya sudah jelas sejak usianya 2 tahun, di usia dua tahun juga dia sudah bisa memegang pulpen dengan benar, dia sudah mengenal huruf saat berusia 2,5 tahun, bisa menulis kalimat di usia 4,5 tahun, dan mulai menulis kalimat panjang di usia 5 tahun. Karenanya saya tidak setuju kalau perkembangan kognitif anak sufor terhambat karena dia meminum sufor. Bukan sufor yang menghambat perkembangan kognitif, tapi kurangnya stimulus dari lingkunganlah yang menghambat perkembangan kognitif.
Soal sehat dan sakit, Novel pernah jadi juara pertama Lomba Bayi Sehat di kantor ayahnya. Juara Harapan I Lomba Bayi Sehat di salah satu supermarket di Solo. Dia pernah menderita demam berdarah di usia 3 tahun. Pernah juga demam tinggi hingga 40 derajat celcius menjelang usia 2 tahun. Kebanyakan penyakit yang dideritanya adalah akibat virus (pilek, batuk) atau radang tenggorokan. Waktu bayi ia alergi protein susu sapi tapi sekarang tidak lagi.
Jadi bicara soal perkembangan kognitif dan kesehatan anak sufor, saya kira kita tak dapat menggantungkan kesehatan dan kecerdasan anak kita pada susu apa yang diminumnya. Kesehatan sangat bergantung dengan gaya hidup, pola makan, dan sanitasi lingkungan.
Seperti awal bulan November ini. Salah seorang teman sekolahnya berulangtahun dan merayakannya di sekolah. Sesampainya di rumah Novel membawa makanan banyak sekali, satu tas penuh, semuanya adalah pemberian dari temannya yang berulang tahun itu. Sayangnya makanan yang diberikan adalah makanan yang kaya MSG. Begitu melihat jenis makanan yang dibawanya, aku mulai khawatir. Novel memang tidak alergi MSG, tapi kalau dia makan dalam jumlah sebanyak ini bisa-bisa radang tenggorokannya kambuh. Walau aku memintanya untuk memakannya sedikit-sedikit, disimpan dulu sebagian agar bisa dimakan lagi besok. Tapi ternyata ia menghabiskannya hanya dalam waktu dua jam saja [geleng-geleng kepala, padahal kalo makan nasi sepiring bisa 1 jam]. Benar saja, hanya selang dua hari, Novel mengeluh tenggorokannya sakit. akhirnya tidak masuk sekolah 1 pekan karena ditambah dengan infeksi virus yang lain.
Yah...begitulah...sakit yang diderita Novel memang paling banyak akibat infeksi virus. Kata dokter, satu-satunya cara pencegahan penyakit infeksi hanyalah peningkatan daya tahan tubuh. Caranya dengan istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi.
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mempromosikan sufor. Saya pribadi berpendapat bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Sufor mana pun terlalu kompleks rantai proteinnya sehingga sulit dicerna oleh usus manusia apalagi bayi. Akibatnya tentu saja usus sang bayi sufor terpaksa bekerja ekstra keras untuk mencernanya, tidak heran kalau gangguan pencernaan banyak menghinggapi anak-anak yang mengandalkan sufor untuk mengenyangkan perutnya.
Namun ada baiknya kita tidak mencela anak-anak sufor hanya karena susu yang mereka minum. Bagaimana pun mereka adalah anak-anak yang berhak mendapatkan kesempatan terbaik untuk memaksimalkan potensinya. Setiap anak dilahirkan dengan potensinya masing-masing, tugas kita hanyalah menyediakan pesawat untuk membantunya melejitkan potensi terbaiknya. Maju terus anak-anak Indonesia!
Senin, 21 November 2011
tentang tomas
novel lagi main game tomas ada main balapan dan ada video tomas ada juga cerita tomas. dan ada main men cari kartu yang sama terus tamat
Minggu, 20 November 2011
Ke Kantor Pos
Karena Novel sedang senang-senangnya menulis surat maka aku pun mengusulkan, "Gimana kalo Novel tulis surat buat Buya sama Umi?" Dia pun setuju dan langsung mengambil dua lembar kertas dan menulis surat untuk Umi dan Buya.
Suratnya untuk Umi kira-kira berbunyi, "Novel sayang Umi. Walaupun Umi di Solo, Novel tetep sayang. Novel ingin ke tempat Umi di Solo." huhuhu....aku jadi terharu membacanya....
Suratnya untuk Buya kira-kira bunyinya begini, "Novel sayang Buya karena Buya beliin Novel eskrim. Karena Buya beliin Novel eskrim, Jadi Novel sayang Buya." Hahahaha.....jadi ngakak bacanya. Benar-benar cinta yang transaksional.
Setelah surat ditulis, Novel sendiri yang membeli amplopnya ke Ucok, warung dekat rumah. Dia bawa uang Rp. 1.000,- dan mendapat empat amplop kecil. Langsung saja surat yang sudah dibikin kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam amplop. Satu amplop untuk Umi dan satu amplop untuk Buya.
Terjadi insiden kecil saat Novel sedang menulis tujuan surat-suratnya. Raysa yang melihat Novel menulisi amplop juga ikut-ikutan menulisi amplop."Yah! Dede, dicoret-coret!" protesnya. "Udahlah, 2 buat Novel, 2 buat Dede," tapi karena bolpoinnya hanya satu terjadilah perebutan bolpoin. Novel tak mau menggunakan bolpoin yang lain. Raysa pun bersikukuh tak mau mengganti bolpoin yang dipegangnya. Untunglah tidak sampai terjadi Perang Dunia kelima....wkwkwk.
Paginya, setelah mandi dan sarapan, kami semua berangkat ke kantor pos. Tadinya aku berencana menyuruh Novel untuk membeli sendiri prangkonya, tapi dia terlalu malu-malu untuk membeli prangko. Akhirnya aku juga deh yang turun tangan. Satu rencana gagal.
Mungkin seperti ini kali ya kalau melakukan homeschooling. Pilih satu tema, lalu jalani temanya, dan kemudian kita bisa mempraktikkannya langsung di lingkungan. Waktu SD juga ada pelajaran tentang tata cara menulis surat yang baik termasuk bagaimana menuliskan alamat pada amplop surat dengan benar, tapi tidak pernah diajarkan tata cara mengirimkan surat ke kantor pos.
Pasti menyenangkan ya, kalau kita bisa belajar apa yang kita suka di mana saja, kapan saja, bersama siapa saja, kepada siapa saja....it really is a fun learning....love it!
Suratnya untuk Umi kira-kira berbunyi, "Novel sayang Umi. Walaupun Umi di Solo, Novel tetep sayang. Novel ingin ke tempat Umi di Solo." huhuhu....aku jadi terharu membacanya....
Suratnya untuk Buya kira-kira bunyinya begini, "Novel sayang Buya karena Buya beliin Novel eskrim. Karena Buya beliin Novel eskrim, Jadi Novel sayang Buya." Hahahaha.....jadi ngakak bacanya. Benar-benar cinta yang transaksional.
Setelah surat ditulis, Novel sendiri yang membeli amplopnya ke Ucok, warung dekat rumah. Dia bawa uang Rp. 1.000,- dan mendapat empat amplop kecil. Langsung saja surat yang sudah dibikin kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam amplop. Satu amplop untuk Umi dan satu amplop untuk Buya.
Terjadi insiden kecil saat Novel sedang menulis tujuan surat-suratnya. Raysa yang melihat Novel menulisi amplop juga ikut-ikutan menulisi amplop."Yah! Dede, dicoret-coret!" protesnya. "Udahlah, 2 buat Novel, 2 buat Dede," tapi karena bolpoinnya hanya satu terjadilah perebutan bolpoin. Novel tak mau menggunakan bolpoin yang lain. Raysa pun bersikukuh tak mau mengganti bolpoin yang dipegangnya. Untunglah tidak sampai terjadi Perang Dunia kelima....wkwkwk.
Paginya, setelah mandi dan sarapan, kami semua berangkat ke kantor pos. Tadinya aku berencana menyuruh Novel untuk membeli sendiri prangkonya, tapi dia terlalu malu-malu untuk membeli prangko. Akhirnya aku juga deh yang turun tangan. Satu rencana gagal.
Mungkin seperti ini kali ya kalau melakukan homeschooling. Pilih satu tema, lalu jalani temanya, dan kemudian kita bisa mempraktikkannya langsung di lingkungan. Waktu SD juga ada pelajaran tentang tata cara menulis surat yang baik termasuk bagaimana menuliskan alamat pada amplop surat dengan benar, tapi tidak pernah diajarkan tata cara mengirimkan surat ke kantor pos.
Pasti menyenangkan ya, kalau kita bisa belajar apa yang kita suka di mana saja, kapan saja, bersama siapa saja, kepada siapa saja....it really is a fun learning....love it!
Label:
catatan harian,
karya novel,
pendidikan
Langganan:
Postingan (Atom)