Selasa, 22 November 2011

My "Sufor" Child

Suka sedih baca artikel yang menyudutkan anak sufor. Maksudnya anak-anak yang dari bayi hingga dewasa minumnya sufor alias susu formula. Anak sufor dibilang penyakitan, perkembangan kognisinya terhambat, bahkan ada yang tega sekali menyebutnya "anak sapi". Tega sekali. Semoga kita ga keceplosan menyebut anak sufor sebagai "anak sapi" di hadapan si anak sendiri.

Anak saya yang pertama minum sufor sejak hari pertama kelahirannya. Saat itu saya dibius total akibat bedah sesar dan dokter anak yang menangani anak saya meresepkan sufor untuk menenangkan anak saya yang lapar. Di kemudian hari saya tahu bahwa ternyata bayi yang baru lahir dapat survive tanpa asupan makanan apa pun selama 3x24 jam...

Karena rasa bersalah tak dapat memberikan ASI pada Novel, saya pun memberikan ASI seperti posisi ibu yang sedang menyusui, mendekapnya erat di dada. Saya baru mulai mengajari Novel memegang botolnya sendiri setelah ia berusia 9 bulan. Ayah pun gencar memberikan stimulus untuk merangsang sel-sel syarafnya. Ketika usianya belum sebulan, ayah mencetak gambar-gambar hitam putih untuk merangsang kemampuan visual dan konsentrasinya.

Perkembangannya pun tidak terhambat. Malah di beberapa fase cenderung lebih cepat dibanding anak-anak lain. Novel mulai berjalan di usia 10 bulan, bicaranya sudah jelas sejak usianya 2 tahun, di usia dua tahun juga dia sudah bisa memegang pulpen dengan benar, dia sudah mengenal huruf saat berusia 2,5 tahun, bisa menulis kalimat di usia 4,5 tahun, dan mulai menulis kalimat panjang di usia 5 tahun. Karenanya saya tidak setuju kalau perkembangan kognitif anak sufor terhambat karena dia meminum sufor. Bukan sufor yang menghambat perkembangan kognitif, tapi kurangnya stimulus dari lingkunganlah yang menghambat perkembangan kognitif.

Soal sehat dan sakit, Novel pernah jadi juara pertama Lomba Bayi Sehat di kantor ayahnya. Juara Harapan I Lomba Bayi Sehat di salah satu supermarket di Solo. Dia pernah menderita demam berdarah di usia 3 tahun. Pernah juga demam tinggi hingga 40 derajat celcius menjelang usia 2 tahun. Kebanyakan penyakit yang dideritanya adalah akibat virus (pilek, batuk) atau radang tenggorokan. Waktu bayi ia alergi protein susu sapi tapi sekarang tidak lagi.

Jadi bicara soal perkembangan kognitif dan kesehatan anak sufor, saya kira kita tak dapat menggantungkan kesehatan dan kecerdasan anak kita pada susu apa yang diminumnya. Kesehatan sangat bergantung dengan gaya hidup, pola makan, dan sanitasi lingkungan.

Seperti awal bulan November ini. Salah seorang teman sekolahnya berulangtahun dan merayakannya di sekolah. Sesampainya di rumah Novel membawa makanan banyak sekali, satu tas penuh, semuanya adalah pemberian dari temannya yang berulang tahun itu. Sayangnya makanan yang diberikan adalah makanan yang kaya MSG. Begitu melihat jenis makanan yang dibawanya, aku mulai khawatir. Novel memang tidak alergi MSG, tapi kalau dia makan dalam jumlah sebanyak ini bisa-bisa radang tenggorokannya kambuh. Walau aku memintanya untuk memakannya sedikit-sedikit, disimpan dulu sebagian agar bisa dimakan lagi besok. Tapi ternyata ia menghabiskannya hanya dalam waktu dua jam saja [geleng-geleng kepala, padahal kalo makan nasi sepiring bisa 1 jam]. Benar saja, hanya selang dua hari, Novel mengeluh tenggorokannya sakit. akhirnya tidak masuk sekolah 1 pekan karena ditambah dengan infeksi virus yang lain.

Yah...begitulah...sakit yang diderita Novel memang paling banyak akibat infeksi virus. Kata dokter, satu-satunya cara pencegahan penyakit infeksi hanyalah peningkatan daya tahan tubuh. Caranya dengan istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mempromosikan sufor. Saya pribadi berpendapat bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Sufor mana pun terlalu kompleks rantai proteinnya sehingga sulit dicerna oleh usus manusia apalagi bayi. Akibatnya tentu saja usus sang bayi sufor terpaksa bekerja ekstra keras untuk mencernanya, tidak heran kalau gangguan pencernaan banyak menghinggapi anak-anak yang mengandalkan sufor untuk mengenyangkan perutnya.

Namun ada baiknya kita tidak mencela anak-anak sufor hanya karena susu yang mereka minum. Bagaimana pun mereka adalah anak-anak yang berhak mendapatkan kesempatan terbaik untuk memaksimalkan potensinya. Setiap anak dilahirkan dengan potensinya masing-masing, tugas kita hanyalah menyediakan pesawat untuk membantunya melejitkan potensi terbaiknya. Maju terus anak-anak Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar