Bulan Oktober lalu, kami jalan-jalan ke Kebun Binatang Bandung. Sebenarnya ini merupakan acara tambahan setelah acara utama menghadiri wisuda Ayah di ITB. Kebetulan Kebun Binatang Bandung bersisian dengan ITB.
Kami masuk melalui gerbang samping yang tak jauh dari tempat indekost Ayah selama di Bandung. Tiket masuknya lumayan murah, hanya 20ribu saja (kalo ga salah). Begitu melewati pintu gerbang, burung-burung berparuh bengkok yang cantik menyambut kami dengan teriakannya. Novel sibuk membaca keterangan mengenai burung ini.
Perjalanan berlanjut ke kandang macan tutul. Kandangnya luas sekali dengan pohon besar jadi pusat perhatian di tengah. "Mana macannya?" sang macan entah bersembunyi di mana....ah ngga seru....Mau gimana lagi, macan termasuk hewan nokturnal, alias aktif di malam hari, jadi kalo siang-siang begini...ya tidurlah.....
Selanjutnya ke kandang buaya. Buaya-buaya ini dibagi menjadi beberapa kandang, mungkin supaya ngga berantem kali ya....buaya kan termasuk hewan buas. Buaya juga hewan yang berhasil survive dari jaman purba selain hiu.
Sampai di kandang buaya, Eyang mulai kelelahan. "Eyang tunggu di sini aja?" katanya. "Lho...beneran, Yang?" dengan mantap Eyang mengangguk lalu duduk di bangku panjang tak jauh dari kandang buaya. Dengan bekal hape di tangan, Eyang menanti di sini.
Kami pun melanjutkan perjalanan. Lewat dari kandang buaya, kami memasuki area burung-burung. Beraneka jenis burung diletakkan di dalam sangkar besar yang dindingnya terbuat dari plastik tebal transparan. Kandang cukup besar sehingga mereka masih tetap bisa terbang. Tapi tentu saja area terbangnya terbatas di kandang itu saja. Melihat sayap-sayap mereka yang terentang lebar menerbitkan rasa kasihan di benakku. Bagaimana pun burung-burung itu diciptakan untuk terbang, tapi di sini mereka tidak bisa memenuhi hasrat alaminya itu. Kasihan sekali.
Selanjutnya kami berbelok menuju kolam besar yang airnya keruh. Kolam ini di isi oleh setidaknya 2 ekor ikan arapaima. Ikan ini besar sekali, saat ia bergerak cepat di bawah air, permukaan air di atasnya pun bergolak. Berarti kedalaman kolam ini sebenarnya masih kurang jika dibandingkan dnegan lebar badan sang ikan. Kasihan juga ikan ini, ruang geraknya sangat terbatas di kolam ini.
Perjalanan dilanjutkan ke bagian mamalia. Ada rusa, kijang, dan kambing gunung. Di ujung jalan setapak, kami menemukan unta. Novel dan Ayah pun memutuskan untuk menunggang unta. Bayarnya 10ribu per orang. Raysa juga boleh ikut gratis karena umurnya belum genap 3 tahun. Jadi deh 3 beranak muterin lapangan naik unta.
Tak jauh dari kandang unta ada kandang primata. Berbagai jenis monyet tinggal di sana. Novel tertarik dengan monyet Jepang yang bokongnya tebal sekali berwarna merah. Bokong ini juga bisa punya fungsi lain: bantalan duduk, hehehehe
Akhirnya sampailah kami di ujung perjalanan. Seekor simpanse genit mendekat pada ayah untuk difoto. Walaupun agak sedikit deg-degan, akhirnya kami pun bikin foto keluarga bersama simpanse. Tapi ternyata sang simpanse ngga mau lepas dari Ayah, naksir kali yeeee....hehehe
Foto Keluarga |
Ternyata Kebun Binatang Bandung juga punya area bermain untuk anak-anak. Pertama Novel dan Raysa naik kereta-keretaan, bayarnya hanya 2ribu per orang. Lalu masuk ke area bermain, juga 2ribu per orang. Di area bermain ini ada jungkat-jungkit, ayunan, perosotan, tapi tidak semua mainannya dalam keadaan terawat. Beberapa ada juga rusak atau separuh rusak.
Secara keseluruhan, Kebun Binatang Bandung ini cukup menarik. Namun perawatan fasilitas dan pemeliharaan binatangnya kurang baik. Saat melewati beberapa kandang kita terpaksa menutup hidung, hewan-hewannya pun ada yang terlihat tidak begitu sehat. Bagaimana pun toiletnya cukup bersih, hanya fasilitas mushollanya terasa kurang memadai.