Minggu, 27 Januari 2013

Kebun Raya Bogor di Hari Kejepit

Urang Bogor pasti pernah ke Kebun Raya Bogor dong.....Hari itu, kami pun pergi ke Kebun Raya Bogor, biar yakin jadi urang Bogor....hehehehe...

Kami mulai perjalanan dari Cilebut. Ternyata, di hari kejepit itu banyak orang yang pergi berlibur, alhasil, macetlah jalanan....Raysa mulai kepanasan tapi tetap nekad mau ke Kebun Raya. Ketika akhirnya sampai di pintu gerbang Kebun Raya, tak disangka, pintunya tutup. Hah? Kok bisa? Ternyata pintu gerbang yang ada di samping Kantor Pos Indonesia itu memang tutup di hari kerja dan hanya dibuka pada hari Sabtu dan Ahad saja. "Trus, pintu yang dibuka yang mana, Pak?" Si Bapak Tukang Parkir itu menyarankan untuk naik angkot 06 atau 08 menuju pintu utama Kebun Raya Bogor.

Ya, ampun...jadi bisa naik angkot 08 merah? Angkot ini mah lewat di jalan baru...kenapa ga dari tadi aja...*tepok jidat*

mobil dilarang masuk
Pintu gerbang utama ini memang lebih besar dan terlihat jauh lebih keren dari pintu gerbang yang tadi. Ada air yang meleleh di dinding bagian kiri. Untuk membeli tiketnya, kita harus masuk ke sebuah ruangan besar yang hanya diisi oleh stand penjualan tiket. Sayang sekali, ruangan sebesar ini seharusnya bisa digunakan sebagai ruang pamer yang indah. Arsitektur bangunannya sudah mendukung untuk itu. tempat penjualan tiketnya juga kurang memikirkan alur gerak konsumen sehingga orang yang hendak masuk harus berbelok dulu ke kiri, membeli tiket, lalu ke kanan lagi untuk masuk ke Kebun Raya. Sangat tidak praktis menurut saya.

Alhamdulillah, tiketnya murah, hanya 9000 rupiah termasuk asuransi. Karena Raysa belum berusia 5 tahun, dia bisa masuk gratisan, hehehehe

arca di atas bukit
Entah kenapa Raysa takut arca
Begitu masuk, kami langsung disambut oleh deretan pepohonan. "Ayo, Raysa, mau ke mana? Kiri atau kanan?" Objek yang pertama kali kami temui selain pohon adalah patung Durga dan Lembu Sora berukuran sedang yang diletakkan di atas bukit kecil. Kedua patung ini ditemani oleh prasasti bikinan orang Belanda yang kira-kira menyebutkan bahwa kedua patung ini dibawa kesini dari suatu tempat yang berada tak jauh dari kolam air.

Baru berjalan beberapa meter, tiba-tiba Raysa merasa ingin BAB. Alamak! Di mana toilet? Ternyata toilet letaknya cukup jauh dari situ. Sebenarnya tidak terlalu jauh dari danau besar yang jadi titik sentral Kebun Raya. "Tahan, ya Dek."

Setelah berjalan cukup jauh, dan mengantri beberapa menit, kami pun kebagian giliran. Tapi ternyata Raysa, "Cuman pipis doang!" yah....sudahlah....setidaknya kan ngga ngompol.

Selesai melepaskan hajat terpendam. Kami pun melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari toilet ada pohon berakar gantung, "Pohon Diego!" tunjuk Raysa. Ia teringat Diego yang bergelantungan dari pohon ke pohon dengan akar gantung.

Selain Pohon Diego, pedestrian menuju toilet ternyata didesain sedemikian rupa menggunakan batuan ukuran agak kecil. Aku jadi membayangkan betapa indahnya Kebun Raya ini saat mula-mula dibuat. Bunga-bunga bakung warna putih yang bermekaran di sepanjang sisi jalan ini sebenarnya bisa terlihat lebih cantik jika lebih terawat. Sayang sekali.

Ke danau kemudian kami melanjutkan perjalanan. Bunga-bunga teratai banyak yang layu, mungkin memang sedang tidak musimnya. Air danau juga berwarna lumut, mengurangi keindahannya. Di ujung danau ini banyak sampah mengapung.
kembang jalanan

Ah, ini dia penyebabnya. Sampah! Sampah berserakan tidak hanya di danau, tapi juga di pedestrian, di bawah-bawah pohon. Kebun Raya yang indah ini jadi terlihat kusam karena sampah-sampah yang berserakan. Padahal tempat sampah ditebar dalam jarak yang relatif berdekatan, tapi tetap saja, sampah bertebaran di mana-mana. Dalam perjalanan pulang, Raysa berinisiatif mengumpulkan sampah yang tercecer di sepanjang jalan pulang dan memasukkannya ke tempat sampah.
Lelah ngumpulin sampah


 Sayang sekali, Kebun Raya seindah ini jadi rusak hanya karena kita tak punya kesadaran akan kebersihan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar