Ada waktu untuk survey sekolah kemarin. Sepulang sekolah ngajak Novel untuk liat-liat sekolah. "Mo liat yang di mana dulu?" Novel kemudian memilih untuk melihat SDI al-Husna dulu. Dari sekolah Novel langsung meluncur naik 25B ke al-Husna.
SDI al-Husna terletak di belakang GOR Bekasi. Sayangnya supir angkot menurunkan kami di depan jalan menuju TKI al-Husna. "Oh, kalau SD-nya di gedung yang satu lagi, Bun," begitu penjelasan dari pegawai di kantor administrasi TK-nya. Di gedung TK ini juga ada kelas-kelas SD. Kelas 6 SD al-Husna menempati lantai dua di gedung TKI al-Husna.
Maka kami pun berjalan menuju SD-nya. Novel ngambek di tengah jalan, "Pulang!" katanya. mungkin karena ia merasa lelah, namanya juga baru pulang sekolah.
SDI al-Husna ternyata berada di tengah-tengah kampung. Karena masjid yang digunakan oleh SDI al-Husna berada di luar lingkungan sekolah, maka sekolahnya terkesan menyatu sekali dengan masyarakat sekitar. Apalagi kantor administrasinya pun sepertinya mengambil salah satu rumah di sana yang dialihfungsikan menjadi kantor administrasi. Aku jadi teringat dengan sekolah berbasis komunitas yang sering dibahas di MLC.
Sayangnya, ketika aku bertanya tentang kurikulumnya, sama sekali tidak menyinggung soal keterlibatan komunitas lingkungan sekolah. Intinya, sama saja dengan sekolah-sekolah yang lain. Kurikulumnya sesuai dengan kurikulum dari Diknas ditambah dengan kurikulum PAI (Pendidikan Agama Islam) yang disusun sendiri. Kurikulum PAI mendapat porsi pelajaran 2 jam pelajaran perhari.
Selama ngobrol-ngobrol dengan staf administrasinya, Novel banyak mencari perhatian. Bahkan ia sampai naik-naik ke atas meja. Staf-nya keliatan kaget, sepertinya tidak biasa melihat anak naik-naik ke atas meja...hmmm...mungkin Novel yang terlalu aktif bakal sulit nih di sini.
Kepala Sekolahnya ramah banget. Sangat perhatian terhadap anak-anak...eh ada info, ternyata cucunya pemilik Yayasan Tahta Syajar sekolahnya juga di al-Husna, lho...Kepala sekolahnya bilang, "Mungkin kalo di sekolah neneknya dia...manja kali ya..."
Soal kurikulum sepertinya ga jauh beda dengan SDI yang lain, malah SDI Tahta Syajar dapat dua ijazah dari depag n dari diknas. Yang bikin berpikir dua kali adalah kompleks gedung sekolahnya yang terpisah-pisah sehingga ketika jam istirahat sholat dan makan siang, seluruh siswa berhamburan keluar dan nyaris tidak terkontrol. Tidak terlaihat ada guru yang mengawasi. Biayanya relatif standar-lah untuk SDI.
1. Dana Pangkal : Rp. 5.500.000
2. SPP Bulan Juli: Rp. 260.000
3. Dana Kesiswaan 1 tahun : Rp. 2.480.000
4. Biaya Pendaftaran: Rp. 100.000
Total : Rp. 8.340.000
Dana Kesiswaan terdiri dari pakaian seragam lengkap (6 stel), uang kegiatan 1 tahun, buku paket 1 tahun, asuransi siswa 6 tahun, biaya operasional.
Sebelum masuk, siswa akan dites dulu. Tesnya meliputi tiga pokok materi: Agama, Pengenalan Bahasa, dan Pengenalan Matematika. Agama terdiri dari tanya jawab, hafalan doa sehari-hari dan surat pendek. Pengenalan bahasa terdiri dari kemampuan berbahasa anak, menceritakan pengalaman sendiri, membaca dan menulis (menyalin). Pengenalan Matematika terdiri dari menghitung, menulis angka, melengkapi angka, mengisi lambang bilangan dari suatu bilangan. Fiuh...belum apa-apa anak sudah dipaksa untuk mengikuti budaya skoring....kayanya kurang cocok nih dengan filosofi pendidikannya....
Untuk bisa masuk SD ini sudah harus bisa membaca dan menulis serta sedikit berhitung. Kebayang kan beban belajarnya? Sayangnya, mungkin karena sudah lelah, Novel ga mau diajak berkeliling melihat-lihat sekolahnya....
Ketika ditanya, "Bagus ga sekolahnya?" Novel menjawab, "Bagus, tapi masih bagusan Tahta Syajar." Hihihi..sepakat deh...
Nilai plus dari sekolah ini adalah prestasinya yang banyak banget. Ada preatasi di bidang akademik, prestasi di bidang seni, juga prestasi di bidang agama, pokoknya lengkuaaaappp duuueeehhh. Gedungnya luas dan lengkap, setidaknya dari luar bisa terlihat ada ruang seni di gedung sekolahnya. Ruang kelasnya ber-AC, jadi dijamin ga kepanasan selama listriknya nyala.
Nilai negatifnya adalah gedung sekolahnya yang terpisah-pisah. Sehingga pengawasan terhadap keamanan anak menjadi kurang. Rawan juga terjadi kecelakaan karena tidak terlihat adanya pengawasan dari guru pada saat istirahat siang. Anak-anak bisa saja keluar kompleks sekolah tanpa diketahui. Di brosurnya, sekolah juga dilengkapi dengan fasilitas kantin, tapi karena gedung sekolahnya yang terbuka anak-anak banyak juga yang jajan di pinggir jalan. Padahal jajanan di pinggir jalan kan ga jelas asal-usulnya.
Satu lagi nilai negatifnya adalah tes masuk sekolah. Aku mungkin masih kolot karena menganggap pendidikan dasar seharusnya tidak perlu tes yang njelimet. Bagaimana pun semua orang berhak mendapatkan pendidikan dasar. Tapi dengan adanya tes ini bisa-bisa hanya "anak pintar" saja yang bisa sekolah. Anak yang kurang dalam penguasaan materi tidak bisa sekolah hanya karena mereka mungkin belum belajar. Kesian kesian kesian....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar