Minggu, 25 Maret 2012

Need for Speed


Need For Speed adalah salah satu game komputer yang jadi favorit Novel. Intinya game ini berisi balapan mobil di jalanan. Ada beberapa varian game ini, Novel memainkan balapan mobil di negara bagian Colorado, Amerika Serikat.
Di game ini, pemain dapat berperan sebagai pembalap liar atau sebagai polisi yang berusaha menghentikan balapan liar di jalanan. Sebagai pembalap liar, pemain dapat memilih lokasi balapan, mobil balap yang digunakan (yang semuanya masuk kategori mobil mahal), dan diperlengkapi senjata (maksimal 4 macam senjata untuk memperlambat polisi atau pembalap lain) sesuai dengan level yang dicapai. Sebagai polisi, pemain dapat memilih lokasi pengejaran, mobil polisi yang digunakan (sama hebatnya dengan mobil para pembalap liar), juga persenjataan (maksimal 4 senjata, termasuk road blocks dan helicopter) sesuai level yang dicapai.
Secara visual, game ini sangat indah dipandang. Pemandangan Colorado digambarkan begitu detil bahkan gurat-gurat pohon pun terlihat indah. Efek 3 dimensinya membuat balapan terasa nyata, bahkan saat terjadi tabrakan kaca-kaca yang pecah berantakan pun, bagi saya, terlihat mengerikan. Untungnya game ini minus darah dan kondisi sopir tidak diperlihatkan dengan jelas. Padahal dengan intensitas tabrakan sedemikian rupa, sopirnya pastilah sudah berdarah-darah dan mungkin saja penampilannya jadi tak karuan.  Namun kondisi mobil digambarkan dengan nyata, seperti bemper yang goyang ke atas ke bawah, lecet-lecet atau peot di sana-sini akibat tabrakan. 
Aku sering berkomentar, "Ihhh...kesian amat ditabrak-tabrak." Tapi Novel membalas, "Biasa aja dong, Bu, ini kan cuma bo'ong-bo'ongan." Lho? Beneran nih? Novel sudah bisa membedakan realita dan khayalan? Bukannya anak umur 4 tahun masih kesulitan membedakan mana realita mana khayalan? Hmmm....baiklah..jika dia memang sudah bisa membedakan mana realita mana khayalan, dan dia sadar sepenuhnya bahwa ini hanya bo'ong-bo'ongan, berarti tidak terlalu masalah. Benarkah?
Sebenarnya game ini tidak dibuat untuk anak-anak. Game ini termasuk genre game untuk dewasa atau minimal konsumsi remaja. Game ini membutuhkan koordinasi otak kanan dan kiri secara simultan melalui gerakan motorik jari-jari kanan dan kiri yang berbeda. Awalnya Novel kesulitan mengendalikan mobilnya (ia mulai memainkan game ini umur 4 tahunan), namun sekarang (umur 5 tahunan) ia sudah mahir mengendalikan mobil bahkan berhasil memecahkan rekor kecepatan yang sudah dicetak Ayah.
Tentu saja aku khawatir dengan efek buruk dari memainkan permainan komputer pada usia dini. Menurut penelitian, memainkan permainan komputer dapat mengubah susunan otak. Novel memulai permainan ini sejak usia yang, menurut saya, terlalu dini. Saat otaknya masih dalam masa pembentukan.
Kalau mau fair sebenarnya apa pun yang kita lakukan secara terus menerus akan mengubah susunan otak. Baik itu main piano, olahraga, atau kegiatan apa pun, karena pada prinsipnya semua kegiatan membutuhkan kerja otak dan otak akan menyesuaikan sesuai dengan kegiatan yang kita lakukan. 
Pertanyaannya adalah, susunan otak yang seperti apa yang tercipta akibat memainkan permainan komputer?
Hal menarik lainnya saya temukan ketika Novel memainkan permainan ini dengan temannya yang seusia dengannya. Usia mereka hanya terpaut 3 bulan, mereka sama-sama laki-laki, satu-satunya perbedaan adalah Novel kurus dan temannya itu gendut (lebar tubuhnya 2 kali lebar tubuh Novel, hehehe). Dia bilang, "Aku mo jadi polisi aja, aku kan anak sholeh. Wow! Hebat, kecil-kecil dia sudah tahu bahwa jadi polisi itu baik.  Tapi Novel sekali lagi membantah, "Yeeee...ini kan cuma game, bukan beneran!" Aku terdiam, apakah penalaran moral Novel sudah sampai ke tingkat di mana ada pengecualian untuk kasus-kasus tertentu? Hmmm...butuh observasi lebih lanjut.
Teman Novel ini juga kesulitan menggunakan kedua tangannya. Ia hanya menggunakan tangan kanan untuk tombol di sebelah kiri dan kanan. Akibatnya ia kewalahan mengganti-ganti dari kanan ke kiri dan ke kanan lagi lalu ke kiri lagi. Sementara Novel sudah mahir menggunakan tangan kanan dan kiri secara simultan. Apakah ini berarti otak kanan dan kiri sudah dapat bekerja bersama-sama secara sinergis untuk membantu tugas-tugasnya? Hal ini membuatku makin penasaran dengan apa yang terjadi pada susunan otak Novel sebagai akibat dari permainan komputer ini.
Penelitian lain yang dimuat di detik.com menyebutkan bahwa permainan kekerasan membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih cepat tanpa mengorbankan ketepatan putusan tersebut. Tapi penelitian ini dilakukan pada orang dewasa yang otaknya sudah terbentuk dengan baik. Need for Speed juga tidak bisa digolongkan ke dalam permainan kekerasan murni karena tidak fokus pada kekerasannya. 
Sebagai pembalap liar, pemain dapat memilih untuk tidak menabrak siapa pun karena targetnya adalah menjadi nomor 1. Malah sebagai polisi lebih kasar daripada sebagai pembalap karena lebih rawan untuk menabrak para pembalap liar karena targetnya adalah menghentikan balapan. Untuk menghentikan balapan, polisi mengirimkan helikopter yang akan menebar paku di jalan untuk memperlambat para pembalap. Untuk menghentikan pembalap, polisi juga bisa menggunakan EMP (Electro Magnetic Pulse) yang akan merusak mesin mobil. Para pembalap pun diperlengkapi dengan senjata ini.
"Ayo tabrak!" begitu kata Novel pada temannya yang sedang memainkan game ini sebagai polisi. "Ga, ah, aku kan anak sholeh, ga boleh nabrak-nabrak," begitu jawab temannya santai. Subhanallah! Anak ini benar-benar luar biasa, tegas dan yakin dalam menjawab. So Sweeeeeettt.
Tapi Novel lagi-lagi ga mau terima, "Di sini mainnya emang gitu, musti nabrak!" Bagus ga sih penalaran moral sefleksibel itu dalam usia semuda ini? Dia sudah bisa membedakan mana realita mana khayalan. Karena ini hanya permainan, maka gak apa-apa nabrak-nabrak. Kalo beneran baru ga boleh. Begitu kira-kira yang ada di kepala Novel.
Suatu ketika, saat Ayah sedang main game ini, Ayah sedikit emosi dan terlihat marah. Novel pun nyeletuk, "Ih, Ayah masa' main balapan marah-marah sama laptop," hahaha....Aku menyambung, "Bilang sama Ayah, biasa aja dong, Yah, ini kan cuma mainan," hahaha.....Padahal Novel sendiri juga suka emosian kalo lagi main dan permainan tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi memang aku perhatikan sekarang ia terlihat lebih tenang saat main, tidak lagi seemosian dulu. Apakah ini berarti dia sudah dapat sedikit mengendalikan emosinya?
Aku bukan orang yang langsung menilai teknologi hanya berdampak buruk kepada anak-anak. Tapi aku juga termasuk yang masih beranggapan bahwa ada teknologi mungkin saja berdampak buruk pada anak-anak. Namun seperti tulisan yang aku baca bertahun-tahun yang lalu, "Setidaknya butuh satu generasi untuk mengetahui dampak teknologi terhadap otak anak." Jika ingin tahu bagaimana dampak game konsol pada anak-anak maka kita perlu meneliti generasi pertama pengguna nintendo yang mungkin sudah jadi orangtua pada masa ini. Sayangnya, saya belum menemukan penelitian seperti ini. Belum juga menemukan laporan kerusakan otak dari pengguna-pengguna nintendo generasi pertama.
Satu generasi berarti 20 tahun. Butuh waktu selama itu untuk mengetahui sebuah dampak buruk. Maka saya pikir yang perlu kita lakukan saat ini adalah berjaga-jaga dan terus waspada. Saya pikir akan lebih baik mengarahkan kegiatan anak pada hal-hal positif yang melatih aktivitas seluruh organ motoriknya daripada hanya olahraga jari dan tangan.
Mudah-mudahan anak-anak kita menjadi anak-anak yang sehat, yang dapat memberi manfaat kepada umat manusia, Amiiiiinnnn.