"Siapa sih yang suka mukul?" tanyaku. Novel menunjuk seorang anak lelaki yang lebih pendek darinya tapi badannya lebih berisi. Anak ini masih kecil, mungkin seumuran Raysa. Kata Ayah sepertinya ada yang memberi komando kepada anak itu untuk melakukan aksi pemukulan ini. Sebelum terdengar suara "Buk!" yang menandakan telah terjadi aksi kekerasan di masjid, selalu ada suara, "Pukul yang baju oren!" atau "Pukul yang itu!" tapi tidak jelas siapa yang memberikan komando. Namanya juga lagi sholat, Ayah tidak bisa melakukan observasi visual.
Novel bukan satu-satunya korban anak itu. Herman juga mengaku sering ditendang kepalanya saat sedang sholat. Deva pun menyebut anak itu, "Emang belagu tuh anak!" Kesimpulannya, kejadian ini sudah berulang kali terjadi namun tak ada seorang pun yang bertindak. Mungkin karena pelakunya anak kecil sehingga semua menganggapnya sebagai permainan anak kecil belaka. Mungkin juga seperti Ayah yang merasa bahwa ini urusan anak-anak dan tidak sepantasnya orangtua turut campur. Ayah hanya menyemangati agar Novel tidak diam saja jika diperlakukan seperti itu.
Akhirnya siang itu saat sholat Zhuhur di masjid, Novel memutuskan untuk membatalkan sholatnya. Ia berdiri saat anak itu memukulnya ketika sujud. Dengan sangat keras, Novel menendang anak itu di dadanya hingga ia sesak napas. Setelah berhasil melancarkan napasnya, anak itu balik menyerang Novel dan terjadilah perkelahian kecil di masjid saat sholat sedang berlangsung. Tak ada orang dewasa yang turun tangan karena semua sedang sholat berjamaah, hanya anak-anak yang melihat dan tidak ada seorang pun melerai.
Angry Novel |
Tampaknya aksi Novel membuat teman-temannya yang lain berani bertindak. Saat sholat maghrib anak itu dibuat menangis oleh Daffa. Novel tidak tahu bagaimana ceritanya sampai anak itu menangis. Mungkin karena Daffa melawan saat aksi pemukulan terjadi lagi.
Aku tak bisa menyalahkan Novel karena ia memang sudah sering menjadi korban. Di sisi lain, aku sadar bahwa anak kecil ini membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus karena mungkin saja ia melakukan tindakan agresif ini bukan atas keinginannya sendiri. Atau mungkin saja ada yang salah dalam pengasuhan anak ini hingga ia sangat mudah melakukan tindakan agresif.
Hebatnya Novel ia mampu menahan diri berhari-hari. Tindakannya sudah tidak seimpulsif dulu. Perkembangan emosinya mengalami kemajuan. Aku mengacungkan jempol untuk hal ini.
Novel telah memilih. Ia memilih untuk melawan dan pilihannya itu membuat teman-temannya berani tegak melawan juga. Namun, apakah anak kecil ini pantas dilawan? Atau ia tak perlu dilawan dan dibiarkan saja bertindak semena-mena? Siapa yang biasa menyuruhnya memukul? Anak ini pun seharusnya diberi pelajaran. Mereka sepertinya telah menjadi aksi pemukulan sebagai acara untuk bersenang-senang. Ini bukan permainan...ini kezhaliman...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar