Saat seumur Raysa (2 tahunan), Novel sudah mulai kenal dengan huruf. Ia mempelajari hurup dengan melihat dan mempraktekkan bentuk-bentuk huruf. "Yang perutnya gendut," kata Ayah sambil menunjuk huruf B dan menepuk-nepuk perut, "B." Novel pun tertawa, "Gendut!" katanya sambil menepuk-nepuk perut. Huruf A pertama kali dikenalnya sebagai huruf split, dengan merentangkan kaki selebar-lebarnya dan mengangkat tangan ke atas. Inilah huruf A. Sampai di Bimba gurunya protes, "Kok E huruf gigi?" Ih suka-suka dong, buat Novel E itu seperti gigi, hehehe....Jadi ketika umurnya 2 tahun 6 bulan, Novel sudah kenal semua huruf, hanya tinggal pemantapan agar ia tak lupa lagi.
Tapi Raysa berbeda. Ia tidak tertarik dengan huruf-huruf atau gambar-gambar. Ia lebih suka menyanyi dan menari. Ia bisa menyenandungkan alfabet dari A sampai Z walaupun dengan lidahnya yang cadel. Tapi ketika ditanya mana A atau B, dia akan menunjuk sesuka hatinya. Dia juga sudah hafal huruf-huruf hijaiyah dari lagu yang didengarnya 2 atau 3 kali. Tapi masih belum bisa menunjuk dengan tepat mana alif atau ba.
Raysa seorang auditorik yang lebih tertarik pada suara daripada gambar atau simbol visual. Ia cepat memahami perbedaan nada suara dan hubungannya dengan emosi, cepat menirukan lagu-lagu, bahkan dia berhasil belajar gerakan wudhu dengan mempraktikkan lagu tentang berwudhu. Bicara tentang daya tangkap, Raysa termasuk anak yang cepat belajar.
Sementara membaca adalah aktivitas visual. Terang saja Raysa tak begitu tertarik. Saya teringat dengan anak seorang teman yang sulit sekali diajarkan membaca. Ia benar-benar malas membaca tapi pandai bercerita. Ibunya bingung karena semua SD menginginkan siswa kelas 1 sudah bisa membaca. Bisa-bisa anaknya kesulitan masuk SD.
Yah...apa boleh buat...sistem pendidikan kita memaksa siapa pun harus lancar membaca. Tak peduli dia auditorik atau kinestetik. Baiklah kalau begitu, mengeluh juga tidak ada gunanya. Sekarang bagaimana solusinya agar si auditorik dapat mudah belajar membaca?
Seorang yang auditorik belajar melalui pendengarannya, melalui kata-kata yang diucapkannya. Untuk anak-anak, musik barangkali adalah media yang tepat. Seperti ketika Raysa belajar berwudhu dari lagu, maka begitu pulalah seharusnya ia mempelajari yang lain. Belajar lewat lagu-lagu akan menjadi awal yang baik. Setelah mantap di lagu-lagu barulah kemudian dihubungkan antara kata-kata di lagu dengan simbol-simbol huruf.
Ini baru ide yang muncul di kepalaku. Pada praktiknya, aku belum mempraktikkan sepenuhnya. Sampai saat ini baru dipraktikkan hingga menyanyikan lagu-lagu. Kebetulan Raysa suka sekali menyanyikan lagu-lagu huruf hijaiyah. Karena mulutnya memang tak bisa diam, dia akan terus bernyanyi sampai kelelahan. Saat ini aku masih membiarkan Raysa menikmati suaranya sendiri saat menyanyi. Kadangkala aku pun ikut-ikutan bernyanyi bersamanya. Untuk aktivitas menghubungkannya dengan simbol visual belum dipraktikkan. Jadi ide ini pun belum terbukti.
Well....kita tunggu saja perkembangannya...aku masih menunggu hingga Raysa siap menghubungkan nyanyiannya dengan simbol visual....;-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar