Ini pertanyaan yang sering ditanyakan pada saya tentang homeschooling (padahal saya juga bukan master homeschooling...xixixixi)
1.Gimana caranya memulai homeschooling?
Sebenarnya saya tidak bisa menjawab. Kalau diingat-ingat lagi bagaimana caranya saya memulai, rasanya hanya dijalani saja. Ketika kami sepakat untuk menarik Novel dari sekolah dan memulai homeschooling, kami bertanya pada Novel apakah dia mau? Tentu saja dengan menceritakan bagaimana homeschooling itu. Apa kelebihan dan kekurangannya. Ketika Novel setuju, baru deh diproses dengan pihak sekolah.
2. Trus nanti ijazahnya gimana?
Sebenarnya ngga terlalu mikirin ijazah juga. Kalau nanti diperlukan, ya kita cari ijazah, kalo ngga, ya ngga usah, hehehe..... Misalnya, nih, nanti Novel ternyata mau jadi dokter, ya sudah, kita cari ijazah supaya bisa kuliah kedokteran. Kalo mau jadi dokter di Indonesia, yang punya surat ijin praktik kan ngga bisa cuma magang sama dokter ahli yang udah master di bidangnya.
Kalau ternyata, Raysa, mau jadi penari, misalnya, ngga perlu ijazah banget kan....karena seorang penari tidak dilihat dari ijazahnya, melainkan dari kemampuannya menari.
3. Trus sosialisasinya gimana?
Ini pertanyaan yang membingungkan saya. Soal sosialisasi adalah bagaimana seseorang bisa berperan di masyarakat. Apa hubungannya dengan sekolah di rumah atau di lembaga formal? Sejauh ini Novel dan Raysa punya banyak teman, tidak kesulitan beradaptasi dengan sahabat-sahabat baru. Bahkan Raysa selalu mendapatkan teman baru di setiap tempat baru.
4. Gimana ngatur waktunya?
Memang agak tricky yang satu ini. Kami pun berproses hingga mendapatkan cara terbaik mengatur waktu. Kami membagi waktu menjadi waktu bebas, waktu belajar (terstruktur), dan waktu PR. Waktu PR (pekerjaan rumah) adalah waktu yang digunakan untuk beberes rumah dan berkebun (dua tugas rumah Novel saat ini) sementara Raysa belum punya tanggung jawab yang saklek karena umurnya baru 5 tahun. Waktu belajar terstruktur adalah waktu yang digunakan untuk belajar dengan panduan. Waktu bebas adalah waktu yang bisa dia gunakan untuk apa pun. Bisa untuk eksperimen, cooking class, mengerjakan soal, menonton televisi, main bersama teman, main game.
5. Kurikulumnya gimana?
Tadinya saya saklek menggunakan kurikulum diknas. Tapi tampaknya tidak efektif hingga saya banting stir. Yang penting anaknya belajar satu hal dalam satu hari. Jadi ketika dia sedang tertarik pada semut, kami mempelajari semut sampai detil, seharian, bahkan waktu bebas pun digunakan untuk belajar. Ketika sedang tertarik pada awan, kami mempelajari awan hingga Novel sempat menjadi peramal cuaca amatiran.
Sementara untuk Raysa, semua dalam kerangka bermain. Saat dia sedang tertarik pada urusan dandan, maka dia bermain menjadi make up artist. Raysa jadi make up artist, saya menjadi artisnya, hehehehe....Ketika dia sedang suka menulis, kami main surat-suratan. Ketika dia sedang suka menyanyi, saya menjadi camera person yang bertugas merekam nyanyiannya. Saya benar-benar hanya mengikuti kesukaannya.
Sebenarnya saya mengikuti kerangka kerja pendidikan berbasis potensi:
1. Fitrah Keimanan
Setiap anak lahir dalam keadaan telah tertanam potensi fitrah keimanan, setiap kita pernah bersaksi bahwa Allah sebagai Rabb (Khaliqan, Raziqan, Malikan)
2. Fitrah Belajar
Setiap anak adalah pembelajar tangguh dan hebat sejati. Intellectual curiousity, creative imagination, art of discovery, dan noble attitude
3. Fitrah Bakat
Setiap anak adalah unik, masing-masing memiliki sifat produktif atau potensi produktif yang merupakan panggilan hidupnya yang akan membawanya pada peran spesifik peradaban.